Problematika Pandemi Jangan Sampai Kurangi Nilai Tauhid Sosial, Ilkom UIN Sumut Gelar Dialog Idulfitri dan Tauhid Sosial

Problematika Pandemi Jangan Sampai Kurangi Nilai Tauhid Sosial, Ilkom UIN Sumut Gelar Dialog Idulfitri dan Tauhid Sosial

Medan, (UINSU)
Setahun lebih pandemi Covid-19 masih mendera dunia termasuk Indonesia yang menyebabkan berbagai persoalan dan kesulitan kehidupan seperti kesehatan, perekonomian, pendidikan dan lainnya. Namun kesusahan karena pandemi jangan sampai mengurangi nilai-nilai kepedulian dan nilai tauhid sosial kita kepada sesama serta tetap dimantapkan dengan jalinan silaturahmi.

Demikian disimpulkan dari penjelasan Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN Sumut) Prof Dr Syahrin Harahap, MA saat menjadi narasumber dalam dialog bertajuk Idulfitri dan Tauhid Sosial yang digelar Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial (FIS) UIN Sumut di Lab ikom FIS UIN Sumut Jalan Willem Iskander Medan, Jumat (7/5). Dialog yang dipandu Dr Hasan Sazali, MA tersebut juga didukung dan disiarkan melalui kanal Youtube CRNTV UIN Sumut.

Prof Syahrin menegaskan, dalam problematika umat di tengah pandemi, UIN Sumut tetap hadir sebagai pemandu dan panutan masyarakat. “UIN Sumut sebagai perguruan tinggi Islam yang bukan hanya dianggap sebagai penekun ilmu pengetahuan Islam, tapi juga sebagai pandu, imam dan sentra bagi masyarakat yang memberikan tuntunan yang dapat diikuti dan dijadikan pembahasan oleh umat Islam di dalam menjalankan kegiatan keagamaan mereka,” urai Prof Syahrin.

Dalam fenomena perkembangan pandemi saat ini, dijelaskannya masyarakat tidak bisa mengabaikan kenyataan bahwa angka positif Covid-19 dan penularan pandemi di tanah air semakin meningkat. Hal itu juga senada dengan yang diumumkan pemerintah, maka masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan, penerapan protokol kesehatan (prokes) termasuk pelarangan mudik. “Namun demikian, kita jangan mengurangi nilai-nilai silaturahmi,” tukasnya.

Sebab, ditegaskannya, nilai-nilai silaturahmi tersebut adalah pesan-pesan yang inheren yang tidak tidak terlepas dari Hari Raya Idulfitri. “Oleh karenanya, meski kita tidak bisa mudik tahun ini, tapi nilai silaturahmi dan kepedulian sosial kita tetap dilaksanakan,” ujarnya. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni, biaya mudik yang biasa dikeluarkan tetap dikirimkan ke kampung halaman untuk pemberdayaan sosial.

Terkait tema tentang tauhid sosial, Prof Syahrin menjelaskan selain tauhid uluhiyah dan rububiyah juga ada tauhid sosial yaitu keyakinan kepada Tuhan, menjadikan Allah sebagai “illah” untuk menyembah-Nya, mengabdikan diri dan sayang kepada sesama makhluk dan alam dan hal yang diciptakan Tuhan adalah bentuk kesadaran untuk memperhatikan, memperdulikan alam dan sekitarnya. Tauhid sosial ini yang ia jelaskan, harus tetap ditunaikan meski dalam kondisi pandemi yang membawa kehidupan pada kenormalan baru. Karena esensi tauhid dalam Alquran juga terkait erat nilai dan norma. Tauhid ini, termasuk soal silaturahmi dan kemampuan untuk saling memaafkan. “Tentang nilai dan norma, meski pandemi masih mendera, maka jangan sampai mengurangi nilai-nilai kepedulian dan nilai tauhid sosial kita,” pungkasnya.

Narasumber lainnya, sosiolog dari UMSU Shohibul Ansor Siregar menyampaikan, persoalan sosial saat ini seperti pelarangan mudik ini juga berkaitan dengan masalah religiusitas masyarakat yang juga terdapat paradoks di dalamnya. Seperti ada pelarangan mudik namun pemerintah tetap membuka penerbangan menerima tenaga kerja asing dari Tiongkok dan menerima kedatangan warga India. Terkait itu, ia berpesan harus ada keterangan dan klarifikasi dari pihak berwenang agar bisa memberikan informasi jelas sehingga muncul ketentraman di tengah masyarakat.

Fenomena sosial yang terdampak akibat pandemi ini, jelasnya juga menyebabkan pergeseran sosial dan dinilai perlu adanya social engineering yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan dan informasi dari media massa dan media sosial. Nuansa yang terjadi tahun ini menyebabkan ada nilai sosial yang hilang (lose) dalam sistem sosial kita, namun sifatnya sementara. Dengan strategi subtitusi (penggantian) harus mampu sebagai solusi untuk menjawab tantangan sosial masa depan. Namun ia meyakini, dengan menghadapi kenormalan baru (new normal), umat muslim pasti kuat untuk perubahan dan adaptasi menuju kondisi yang lebih baik dan tepat dalam menghadapi pandemi. (Humas)