Apresiasi Untuk Gagasan Gusmen
Oleh: Syahrin Harahap-Rektor UINSU Medan
Secara formal peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang dijalani Rasul Junjungan dapat dipahami sebagai momentum saat Rasulullah menerima kewajiban shalat. Akan tetapi dari perspektif agama sebagai inspirasi, bukan aspirasi, maka peristiwa ini memiliki makna yang teramat dalam. Bahkan dapat disebut sebagai strategi “penatalaksanaan ajaran Islam”.
Para pengkaji sejarah Rasulullah selalu asyik mengkaji aspek formal dari kewajiban shalat. Sementara ahli sains dan kosmologi membahas peristiwa itu sebagai peristiwa sains dan fisika.
Saat Menteri Agama RI ( Gusmen) mempopulerkan “Agama sebagai inspirasi bukan aspirasi” pikiran saya terus menerawang, betapa peristiwa ini dapat didekati sebagai momentum internalisasi bahwa agama sebenarnya adalah inspirasi, bukan aspirasi.
Pesan Inspiratif
Jika peristiwa Isra’ dan Mi’raj dibedah dengan pisau analisis irfâni, ke’arifan, atau ‘hikmati’ maka segera akan diketahui bahwa peristiwa universal ini sarat dengan pesan-pesan ke’arifan.
Rasulullah diperjalankan saat beliau mengalami ‘’am al-huzni, tahun duka cita. Duka cita sering menimbulkan barier untuk memperoleh insiprasi akibat gempuran rasa sedih dan kegundahan. Jika saja dilihat dalam perspektif alamiah-horizontal, maka kita akan banyak bercerita tentang kesedihan Rasul junjungan. Akan tetapi Islam segera mengubah kesan duka yang mencekam menjadi perjalanan ke ufuk, hingga Rasul dibawa ke ‘Arasy’ puncak ke’arifan karena disitulah ditemukan tahta ke’arifan ( Darul Hikmah).
Sebelum berangkat beliau dibawa ke zam-zam untuk disteril dari pandangan-pandangan primordialisme radikal karena dia harus mengayomi semuanya. Hatinya harus diisi dengan kelembutan (hilman), ilmu (‘ilman), dan keyakinan (yaqinan) tiga energi yang dapat menyembulkan inspirasi membangun peradaban.
Saat berada di ufuk, Rasulullah disadarkan bahwa beliau harus menggunakan visi universal dalam melihat kehidupan, sejalan dengan pesan universal. Rahmatan lil’alamin.
Alamul amsal dan Pluralitas
Selama perjalanan Nabi junjungan diinternalisasi keragaman, pluralitas, dan segala macam bentuk sikap dan problematika kehidupan manusia. Di alam ini nabi diperlihatkan berbagai sikap dan tindakan manusia, yang terkadang disukai dan sering dibenci dan mengganggu kemapanan.
Akan tetapi Nabi diminta untuk tetap fokus, jangan egois: Langit saja tidak pernah sombong walau tinggi. Laut saja tidak pernah arogan walau dalam. Tapi fokus pada upaya membangun kesemestaan karena dia diberi amanah memperjuangkan misi Tuhan. Disinilah diperlihatkan wasathiyatul Islam, Islam sebagai pengayom, pembimbing dan penyelamat. Nabi sangat paham dengan misi yang tengah diembannya.
Agama Inspiratif Gusmen
Berangkat dari pengalaman Rasul junjungan selama Isra’ Mi’raj, lalu kita harus belajar menegakkan Islam inspiratif.
Nampaknya itulah yang didendangkan Bapak Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas , bahwa agama, dan dengan demikian Islam, adalah pesan inspirasi, bukan aspirasi.
Pesan-pesan pengalaman saat diperjalankan terkanalisasi dalam ide besar “Agama harus sebagai inspirasi dan menginspirasi”. Sebab inspirasilah yang dapat diharapkan merubah keadaan. Sementara aspirasi sering menumbuhkan primordialisme radikal, sesuatu yang sering menjadi ancaman bagi kebersamaan.
Jika negeri ini merupakan kesepakatan (misaq), maka pesan Isra’ Mi’raj menjadi energi bagi umat Islam untuk menegakkan Islam sebagai inspirasi. Hanya dengan demikian Islam menjadi perekat, energi kebersamaan dan tuntunan keselamatan. Wa Allahu A’lamu bi al- Shawab. (Humas)