Medan, (UIN SU)
Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UIN SU) Medan Prof Dr Syahrin Harahap, MA menegaskan, ibadah umat beragama adalah memuliakan Tuhan dan memuliakan Tuhan memiliki konsekuensi untuk memuliakan ciptaan-Nya, terutama manusia apapun bentuk agama dan kepercayaannya. Namun, aspek yang sering menjadi ujian adalah bagaimana umat bersifat elegan, mulia dan mengayomi dalam pelaksanaan ibadah.
Demikian disampaikannya terkait program Kementerian Agama (Kemenag) RI dalam upaya menjaga kemuliaan umat beragama yang mayoritas di negeri ini, Minggu (27/2). “Upaya menjaga kemuliaan umat tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari dedikasi dan perjuangan keumatan yang Menteri Agama (Menag) atau Gusmen tekuni sejak aktif sebagai agamawan dan cendekiawan muslim,” ujar Prof Syahrin.
Salah satu cobaan bagi kemuliaan umat yang mayoritas ini, kata rektor, adalah apakah mereka dapat menegakkan sikap adil dan mengayomi bagi semua umat di negeri yang pluralis bernama Indonesia. “Terkait itu wilayah yang sering menjadi ujian adalah bagaimana umat bersifat elegan, mulia dan mengayomi dalam pelaksanaan ibadah. Sebab sejatinya ibadah adalah memuliakan Tuhan dan memuliakan Tuhan memiliki konsekuensi memuliakan ciptaan-Nya, terutama manusia, apa pun bentuk agama dan kepercayaannya,” jelas Prof Syahrin.
Sampai di sini, lanjutnya, menata teknik-teknik dan fasilitas-fasilitas peribadatan merupakan bagian dari kerja memuliakan Tuhan. “Nampaknya di sinilah harus kita letakkan upaya Gusmen menjaga kemuliaan umat melalui pengaturan volume ngaji dan azan agar kesemarakan ibadah dan syiar Islam tetap sejajar dengan kemuliaan dan pengayomannya terhadap semua umat yang ada di sekitarnya,” ujarnya.
Keharmonisan dan Kesempatan Berbuat Baik
Prof Syahrin menyampaikan, pengalaman bersama temannya, Prof Madya Ismail Luthfi Japhakiya, Rektor Patoni University Thailand yang didaulat tokoh-tokoh Budha sebagai Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama di negerinya. Saat ia bertanya pada tokoh-tokoh agama Budha yang menyepakatinya sebagai ketua forum kerukunan umat beragama tersebut, para tokoh Budha mengatakan, “Kami ingin memuliakan agama kami dan menghormati anda beserta keyakinan anda”.
Hal tersebut, kata Prof Syahrin, merupakan suatu keindahan dalam kehidupan umat. “Betapa indahnya kebersamaan ini bila mereka yang mayoritas berupaya menjaga kemuliaan umatnya dengan menghormati dan mengayomi umat yang minoritas. Bila jalan pikiran ini dapat diterima maka menjaga kemuliaan umat dengan menghormati dan mengayomi yang lain, yang dikedepankan Gusmen, adalah bagian dari gerakan keharmonisan yang bersifat universal. Semoga Pak Menteri selalu sehat,” urainya.
Bermisal Untuk Umat
Prof Syahrin dengan intisari Alquran menyampaikan, bahwa Alquran juga yang mengingatkan kita, Allah tidak malu memberi permisalan semacam nyamuk, bahkan lebih rendah dari itu, untuk memberi pemahaman dan kesadaran kepada manusia akan kebenaran agama ini.
Dari rentetan kalimat yang digunakan Gusmen tidak terdapat kecenderungan dan maksud merendahkan, bahkan terlihat secara kentara ingin menunjukkan kemuliaan Islam dan dengan demikian juga sebagai pengayoman terhadap yang lain. Memang, upaya-upaya memunculkan kesadaran baru yang kerap dikedepankan Gusmen sering menyentakkan kita akan sesuatu yang menjadi kebiasaan, sehingga kita sering lupa mengevaluasinya.
Sebagai pengayoman terhadap umat beragama di negeri besar ini, sambung rektor, akan sangat indah bila kita menghargai upaya-upaya Gusmen dalam memajukan negeri ini dari sudut kehidupan beragama. “Hal tersebut menjadi sesuatu yang kita hargai dan apresiasi karena seringkali kita mengurus kemajuan agama ini tidak selalu total karena faktor-faktor kehidupan domestik kita,” katanya.
Tapi Gusmen, jelas Prof Syahrin, telah mendedikasikan segala kemampuannya untuk memajukan Indonesia dari sudut keberagamaan sesuai amanat yang diembannya. “Semoga Allah terus menjaga Indonesia dan memurahkan rezeki penduduknya. Wa Allahu A’lamu bi al- Shawab,” tandas Prof Syahrin.
Sebelumnya, Prof Syahrin menyampaikan, terkait SE Menag Nomor 5/2022 tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan musala, telah memperoleh pertimbangan, kajian dan reasoning yang disesuaikan dengan cita-cita berbangsa dan bernegara kita. Ia mengarahkan, agar seluruh pejabat UIN SU dan segenap civitas kampus dapat memberikan apresiasi dan pandangan positif terhadap pengaturan yang dilakukan pemimpin kita. “Karena ini tentu dimaksudkan untuk mejaga kemuliaan umat beragama, menjaga contoh teladan atau keteladan bangsa kita dalam menata kehidupan beragama yang pluralistik,” pungkasnya. (Humas)